Edisi: 1.108
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel
USA, KUPANG TIMES - Jauh sebelum penetapan "Hari Pembebasan" Donald Trump, Amerika Serikat pernah mengenakan tarif tinggi, dengan hasil yang tidak meyakinkan dan mendatangkan bencana.
"Kita memiliki presiden abad Ke-20 dalam ekonomi abad Ke-21 yang ingin membawa kita kembali ke abad Ke-19."|Prof. Douglas Irwin (Pakar Ekonomi, Dartmouth College) dalam cuitan di X, dikutip dari AFP.
Abad Ke-19 menandai zaman keemasan tarif di Amerika Serikat, dengan tarif rata-rata mendekati 50%.
pada era itu, doktrin yang diadopsi sejak negara AS berdiri menyebar luas: 'melindungi ekonomi Amerika saat dalam periode industrialisasi.'
"studi menunjukkan pada periode itu tarif memang bantu melindungi perkembangan industri dalam negeri, sampai tingkat tertentu,
tetapi dua faktor yang lebih penting adalah akses ke tenaga kerja internasional, dan modal.. yang mengalir di Amerika Serikat."|Prof. Keith Maskus (akademisi University of Colorado)
Prof. Christopher Meissner, akademisi dari University of California, mengatakan kepada AFP bahwa; selain faktor-faktor ini, alasan AS memiliki sektor industri yang berkembang pesat adalah akses ke sumber daya alam.
Sumber daya ini meliputi batu bara, minyak, bijih besi, tembaga, dan kayu -- yang semuanya penting bagi industri.
"Sektor industri tidak akan merosot lebih kecil jika AS menerapkan tarif yang jauh lebih rendah."|Prof. Meissner (akademisi University of California)
tak lama setelah menjabat sebagai Presiden AS, pada bulan Januari 2025 lalu, Donald Trump, mengatakan bahwa; "Kita akan berada dalam kondisi terkaya seperti dari tahun 1870 hingga 1913."
Politisi dari Partai Republik itu sering merujuk pada mantan Presiden AS, William McKinley, yang menciptakan salah satu Undang-Undang tarif paling ketat di negara Paman Sam itu, yang disahkan pada 1890.
tarif tersebut, tidak mencegah impor untuk terus tumbuh pada tahun-tahun berikutnya.
The Great Depression,
pada 1929, Prof. George Roorbach (akademisi Harvard University), menulis: "Sejak berakhirnya Perang Saudara (1865), saat Amerika Serikat berada di bawah sistem perlindungan yang hampir tanpa gangguan, perdagangan impor kita telah berkembang pesat."
Roorbach, mengatakan, fluktuasi perdagangan impor terlihat lebih terhubung dengan faktor-faktor lain, selain naik turunnya tarif.
setahun kemudian, Amerika di bawah kepemimpinan Herbert Hoover kembali memperketat tarif.
Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley tahun 1930 paling diingat, karena memicu perang dagang global dan memperdalam Depresi Besar (The Great Depression), demikian menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional.
Keith Maskus dari University of Colorado, mengatakan bahwa; kenaikan tarif adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya Depresi Besar, selain banyak faktor rumit lain.
Berakhirnya Perang Dunia Kedua menandai dimulainya era baru dalam perdagangan.
di era tersebut, ditandai dengan ratifikasi perjanjian perdagangan bebas GATT pada tahun 1947 oleh 23 negara, termasuk Amerika Serikat.
Perjanjian tersebut jadi pondasi pengembangan perdagangan internasional dengan mengenakan bea masuk yang lebih moderat.
Momentum tersebut dipertahankan oleh Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) antara Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada, yang mulai berlaku pada 1994.
Bersamaan dengan NAFTA, perdagangan bebas di Amerika Serikat semakin diperluas dengan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 1995, dan perjanjian perdagangan bebas (FTA) tahun 2004 antara Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika Tengah.
Selama masa jabatan pertamanya, Presiden AS, Donald Trump, kembali menerapkan kebijakan tarif dan bertindak keras pada China.
Defisit perdagangan AS dengan China terus tumbuh hingga 2022, ketika China dilanda perlambatan ekonomi brutal yang tidak terkait dengan tarif.
Keith Maskus, mengatakan, tarif yang dikenakan pada Beijing tidak banyak membantu mencegah pertumbuhan impor dari China.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Pajak, Politik, Hukum, Ekonomi, Sejarah,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: AFP, University of California, Harvard University, Dartmouth College, University of Colorado,
| Penerbit: Kupang TIMES