Edisi: 1091
Halaman 1
Integritas |Independen |Kredibel
KUPANG TIMES - Kenaikan Pangkat Perwira TNI aktif, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, menimbulkan kekacauan tata kelola bernegara.
Keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto, menggunakan instrumen Hukum dan Birokrasi, guna memuluskan langkah tersebut, telah menciptakan ilusi kepatuhan pada aturan.
Praktik, yang dalam ilmu politik disebut autokratik legalisme itu, tanpa di sadari telah merusak banyak Institusi Negara termasuk TNI.
Penunjukan Teddy, memang hak prerogatif Prabowo sebagai Presiden.
Teddy boleh saja tetap menjadi anggota TNI sembari menjalankan tugas sebagai Sekretaris Pribadi Prabowo.
Namun, Teddy tidak boleh menduduki Jabatan resmi Pemerintahan dengan melanggar ketentuan yang berlaku.
alih-alih menaati aturan, Presiden RI, Prabowo, justru menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2024.
dengan diterbitkannya Perpres tersebut, posisi Sekretaris Kabinet yang awalnya setara dengan Sekretariat Negara, digeser menjadi dibawah Sekretariat Militer Presiden.
semua tindakan tersebut, menunjukkan politisasi militer yang berbahaya, yakni; institusi yang seharusnya menjadi penjaga kedaulatan negara, justru terjebak dalam permainan kekuasaan.
TNI sebagai institusi, yang seharusnya netral dan profesional, justru terlihat makin tunduk pada kepentingan politik.
TNI harus kembali pada tugas utamanya, sebagai penjaga kedaulatan negara, bukan sebagai alat politik penguasa.
Kenaikan Pangkat Teddy, mungkin terlihat seperti langkah kecil, tetapi dirinya adalah bagian dari pola besar yang mengancam demokrasi dan keadilan di negeri ini.
Letkol. Teddy, seharusnya belajar dari Mayor. Herman Johannes.
sedikit cerita, sewaktu zaman revolusi, ada seorang Insinyur asal Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bernama Herman Johannes (1912-1992).
Pemuda Kristen itu, dengan sadar mendukung eksistensi Negara Republik Indonesia di waktu sulit.
Herman berjasa dalam sabotase jalur militer Belanda, dengan menghancurkan Jembatan Bogem di atas Sungai Opak dan Jembatan Sentolo di atas Sungai Progo.
selain itu, Mayor. Herman, juga berjasa mendirikan pemancar radio darurat.
Pada tahun 1950, ketika perang dengan Belanda berakhir, Mayor. Herman memutuskan dan memilih kembali jadi warga sipil.
setelah menjadi warga sipil, Herman dipercaya menjadi Menteri Tenaga dan Pekerjaan Umum di Kabinet Natsir.
saat menerima jabatan sipil tersebut, dengan sadar, Herman menanggalkan pangkat Mayor-nya, sehingga tidak ada embel-embel "Mayor" dalam penulisan namanya.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Sejarah,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: ID Historia, TCO, Wikipedia,
| Penerbit: Kupang TIMES