Edisi: 1094
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - 'Pemerintah Indonesia akan tetap melakukan upaya-upaya untuk menghambat eksekusi tersebut.'
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, aset pemerintah Indonesia di Prancis terancam disita setelah Kementerian Pertahanan (Kemhan) kalah dalam sengketa Hukum yang diajukan oleh Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD di International Chamber of Commerce (ICC) Singapore.
adapun Navayo International AG adalah perusahaan yang terdaftar di Liechtenstein sebelumnya terlibat dalam perjanjian sewa satelit dengan Kemhan pada tahun 2015.
"masalah ini dirundingkan berlarut-larut, sampai akhirnya Navayo mengajukan permohonan kepada Pengadilan Perancis untuk mengeksekusi putusan dari Arbitrase Singapura dan meminta untuk dilakukan penyitaan terhadap beberapa aset pemerintahan Indonesia yang ada di Perancis."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI), Jum'at (21/03/25).
berdasarkan putusan dari ICC Singapura, Pemerintah Indonesia diharuskan membayar Kompensasi sebesar USD 24,1 Juta kepada Navayo.
apabila pembayaran tidak dilakukan tepat waktu, akan dikenakan denda keterlambatan sebesar USD 2.568 per hari hingga seluruh kewajiban tersebut diselesaikan.
“oleh Arbitrase Singapura kita dikalahkan dan kita harus membayar sejumlah utang atau ganti rugi kepada pihak Navayo."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI)
masalah bermula, ketika Kemhan RI menyewa satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT.
Namun, perjanjian tersebut bermasalah ketika Kemhan RI memilih untuk tidak melanjutkan pembayaran biaya sewa satelit yang disepakati.
Karena hal ini, Navayo dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD memutuskan untuk mengajukan gugatan terhadap Kemhan ke ICC Singapore, yang pada akhirnya memenangkan gugatan mereka.
setelah putusan arbitrase itu, pada 2022, Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset-aset milik pemerintah Indonesia di Prancis, khususnya di Paris.
Pengadilan Prancis kemudian memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas sejumlah properti milik pemerintah Indonesia di ibu kota Prancis tersebut, termasuk rumah-rumah yang digunakan oleh pejabat diplomatik Indonesia.
Yusril, menekankan, penyitaan atas aset-aset diplomatik Indonesia tersebut, bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik.
Konvensi tersebut melindungi aset-aset diplomatik, yang tidak dapat disita sembarangan tanpa alasan yang sah.
"itu menyalahi Konvensi Wina untuk perlindungan terhadap aset diplomatik yang tidak boleh disita begitu saja dengan alasan apapun,
walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh pengadilan Prancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI)
meskipun pengadilan Prancis telah memberikan izin untuk penyitaan, Yusril menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan tetap melakukan upaya-upaya untuk menghambat eksekusi tersebut.
"Persoalan ini adalah persoalan yang serius bagi kita karena kita kalah di forum arbitrase negara lain dan kita harus menghormati putusan pengadilan, walaupun kita mengetahui ada aspek-aspek yang kita sebenarnya punya alasan yang kuat juga untuk menghambat pelaksanaan dari putusan pengadilan ini."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI).
Yusril, mengungkapkan, persoalan ini sangat serius bagi pemerintah Indonesia karena negara harus menghormati putusan pengadilan internasional, meskipun ada alasan-alasan kuat untuk menghambat pelaksanaan putusan tersebut.
"masalah ini juga agar menjadi perhatian bagi pemerintah Perancis oleh karena bisa menjadi preseden di seluruh dunia ketika terjadi dispute dengan suatu perusahaan swasta, lantas oleh pengadilan negara tertentu diberi kesempatan untuk melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang sebetulnya dilindungi oleh konvensi tentang aset diplomatik."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI)
Yusril, kembali menekankan, pemerintah Indonesia menghormati putusan arbitrase yang dibuat oleh ICC Singapore, namun nilai nominal denda yang harus dibayar akan dibahas lebih mendalam dan dirundingkan dengan instansi terkait, khususnya Kementerian Keuangan.
selain itu, Yusril, mengatakan bahwa; masalah dengan Navayo ini juga melibatkan aspek pidana yang sedang diproses oleh Kejaksaan Agung.
Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diketahui bahwa; Navayo diduga melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian sewa satelit tersebut.
"menurut perhitungan oleh pihak BPKP, pekerjaan yang sudah dilakukan oleh pihak Navayo itu hanya sejumlah IDR 1,9 Miliar,
Jauh sekali dari apa yang diperjanjikan oleh Kementerian Pertahanan dengan mereka,
tapi, ketika kita kalah di arbitrase Singapura, kita harus membayar dalam jumlah yang sangat besar."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI)
di sisi lain, Kejaksaan Agung telah melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini dan dugaan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pengadaan satelit tersebut.
Namun, Yusril, mengatakan bahwa; pihak Navayo tidak pernah memenuhi panggilan Kejaksaan Agung untuk diperiksa.
“Pihak Navayo sudah beberapa kali dipanggil oleh Kejaksaan Agung,
namun, mereka tidak datang untuk diperiksa, baik sebagai terperiksa maupun sebagai tersangka dalam kasus ini."|Yusril (Menko Kumham Imipas RI)
menyikapi hal tersebut, dalam rapat koordinasi yang berlangsung pada Kamis, (20/03/25), disepakati bahwa; permasalahan dengan Navayo akan segera disampaikan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
dalam pertemuan tersebut, juga disetujui bahwa; jika ditemukan cukup bukti, pihak Navayo akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Yusril, meminta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi sehingga masalah ini tidak menjadi beban yang besar.
cukup tahu • sebagai informasi, kasus terkait proyek pengelolaan satelit di Kemhan yang menyebabkan kerugian negara hingga mencapai ratusan miliar rupiah ini pertama kali terungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat masih menjabat.
Kejadian ini bermula sekitar tahun 2015, ketika Indonesia menyewa satelit namun gagal memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan nilai sewa yang telah disepakati.
Akibatnya, Indonesia digugat di pengadilan arbitrase internasional dan terpaksa membayar uang sewa serta biaya arbitrase dengan jumlah yang sangat besar.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Hukum,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Kemenko Kumham Imipas RI,
| Penerbit: Kupang TIMES