Edisi: 1058
Halaman 3
Integritas |Independen |Kredibel
KUPANG TIMES - ungkapan kekecewaan terhadap berbagai masalah sosial di Indonesia dan keinginan mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri menjadi populer di media sosial, disertai dengan tagar #KaburAjaDulu.
sejumlah faktor diduga menjadi pendorong di balik viralnya tagar tersebut.
mulai dari masalah ekonomi yang tidak kunjung membaik, sulitnya mencari pekerjaan yang layak, hingga ketidakpuasan terhadap sistem politik dan hukum, bahkan dirasa tidak adil.
sebelum tagar tersebut menjadi tren, ada orang-orang yang sudah lebih dulu mencari kehidupan baru di luar negeri.
"aku tidak ingin mati sebagai orang Indonesia,"
Australia, Jerman, Finlandia, Swedia, dan Singapura.
5 (lima) Negara tersebut, sempat menjadi pertimbangan Fajar Zakri, 33 tahun, untuk menjadi tempat tinggal.
sejak tahun 2021 hingga 2024, Fajar yang lahir di Jakarta mulai melakukan riset dan perencanaan untuk angkat kaki dari Indonesia.
"aku enggak melihat masa depan yang bermakna di negara ini,
aku tidak ingin mati sebagai orang Indonesia."|Fajar (WNI), yang saat ini, tinggal di Dothan, Alabama, Amerika Serikat, Selasa, (11/02/25).
sebelum kabur dari Indonesia, Fajar banyak bertanya ke teman-temannya yang sudah lebih dulu pindah ke Australia dan Jerman.
dirinya sempat mencari tahu untuk pindah ke Singapura, karena banyak orang Indonesia yang sudah pindah ke sana.
adapun Finlandia dan Swedia terpikir olehnya, karena dirinya merasa taraf hidup di negara-negara Skandinavia tersebut, lebih baik.
beberapa bulan yang lalu, Fajar memperoleh kesempatan untuk pindah ke Amerika Serikat.
dirinya, mengatakan, bukan berasal dari keluarga berada /atau mampu secara ekonomi.
"aku sebetulnya enggak merencanakan pindah ke Amerika Serikat,
ini sesuatu yang terjadi secara organik."|Fajar (WNI), yang saat ini, tinggal di Dothan, Alabama, Amerika Serikat, kepada Jurnalis BBC News Indonesia, wartawan Amahl Azwar
selama 4 (empat) tahun terakhir, Fajar bekerja sebagai penulis musik untuk salah satu majalah daring yang diprakarsai oleh seorang warga AS.
tahun 2024, pemimpin redaksi majalah tersebut, memintanya untuk ke AS.
Pindah ke AS bukanlah proses yang mudah, dirinya mengatakan, mendapat bantuan dari berbagai pihak dari segi referensi, visa, dan tiket.
Fajar, mengatakan, banyak menangis selama 1 (satu) bulan pertamanya di AS, karena dirinya sudah terbiasa hidup di Jakarta, bahkan dirinya sempat mendapatkan perlakuan rasisme.
"saya pernah menginap di sebuah AirBnB lalu berkali-kali induk semangnya merujuk ke saya sebagai 'orang China' padahal saya bukan keturunan Tionghoa."|Fajar (WNI)
Kembali lagi, jauh sebelum tagar #KaburAjaDulu menjadi populer di media sosial baru-baru ini, Fajar sudah berpikir untuk hengkang dari Indonesia.
bahkan lebih ekstrem, karena dirinya tidak berencana untuk kembali ke Indonesia.
sebagai seorang gay /atau queer, Fajar mengaku tidak merasa, akan menemukan kebahagiaan di Indonesia, khusus komunitas mereka yang termasuk ke dalam LGBTQ yang terus mengalami diskriminasi.
dari sisi ekonomi, Fajar yang menjadi bagian dari generasi 'sandwich' juga masih menjadi tulang punggung bagi keluarganya, sekalipun mereka tidak menerima dirinya sebagai gay.
"aku kasih ke keluarga itu sekitar IDR 20 juta setiap bulannya,
Penghasilan aku di sini setiap bulannya sekitar IDR 40 Juta,
terdengar fantastis dalam konteks Rupiah, tapi dalam konteks Dollar Amerika Serikat, itu biasa saja."|Fajar (WNI) yang juga bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran.
meskipun demikian, Fajar mengatakan, dirinya tetap merasa sedih ketika melihat tagar #KaburAjaDulu menjadi viral.
"itu membuktikan bahwa ini bukan lagi wacana seru-seruan di media sosial, tetapi banyak orang secara serius mempertimbangkan pindah ke luar negeri."|Fajar (WNI)
di sisi lain, Fajar melihat kebanyakan orang Indonesia di AS masih 'berada di dalam gelembung sendiri.'
"mereka tidak bisa berbahasa Inggris dan tidak mau belajar,
mereka lebih suka tetap berada di komunitas Indonesia,
bahkan, untuk hal yang sederhana, seperti; makan saja, mereka tidak bisa lepas dari nasi,
"buat aku ini lucu,
sudah jauh-jauh ke sini, tapi enggak ada inisiatif untuk meleburkan diri dengan masyarakat sekitar."|Fajar (WNI)
Fajar, berharap, siapa pun orang Indonesia yang mengikuti tagar #KaburAjaDulu untuk benar-benar bisa membuka diri dengan dunia dan tidak menjadi katak dalam tempurung.
Gaji Guru Lebih Dihargai di Negeri Orang,
Faktor ekonomi juga mendorong kepindahan Dini Adriani, 28 tahun, ke Chiang Mai, Thailand.
3 (tiga) tahun yang lalu, Dini mendapat beasiswa S2 untuk program ilmu pembangunan dari salah satu universitas di kota bagian utara Thailand.
pada Desember 2024, Dini menyelesaikan pendidikannya dan mendapat kesempatan menjadi guru privat di salah satu sekolah internasional swasta.
Dini yang memiliki latar belakang sebagai pekerja sosial menjadi guru bayangan /atau shadow teacher bagi murid yang memiliki kebutuhan khusus, yakni; ADHD.
"di sini gaji saya sebagai seorang guru THB 21.000 /atau setara dengan IDR 10 Juta dengan nilai tukar saat ini,
[di Indonesia gaji seperti] itu mungkin untuk [pegawai] BUMN."|Dini (WNI), melalui sambungan telepon, Selasa, (10/02/25).
dengan gaji sebesar itu, Dini bisa mengirim uang sebesar IDR 1 Juta hingga 2 Juta ke ayahnya di Bandung, Jawa Barat.
sebagai gambaran, UMR di Bandung saat ini adalah sebesar IDR 4,5 Juta.
"kalau boleh jujur, saya sebetulnya ingin pulang ke Indonesia,
tapi kalau melihat situasi di Indonesia, saya rasa cukup susah untuk mendapatkan pekerjaan untuk menghidupi diri saya dan keluarga, karena kebetulan saya sandwich generation,
"sebelum saya melanjutkan pendidikan [di Thailand], saya kerja di pemerintahan dan saya rasa gajinya itu tidak cukup."|Dini (WNI)
meskipun begitu, Dini sedih melihat tagar #KaburAjaDulu yang menurutnya dapat mendorong orang-orang untuk bertindak "impulsif" dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang
Dini, mengatakan, dirinya khawatir, akan ada WNI yang langsung begitu saja pindah ke luar negeri tanpa berpikir masak-masak dan malah menjadi buruh murah.
bahkan, dirinya khawatir akan semakin banyak orang yang terjebak perdagangan manusia.
Dini merujuk pada kasus-kasus WNI yang diperbudak di pusat-pusat penipuan online di perbatasan Myanmar dan Kamboja.
Dini yang seorang Muslim mengaku banyak tantangan tinggal sebagai minoritas di Thailand, mulai dari; kesulitan mencari tempat beribadah bahkan mencari makanan-makanan halal.
Dini, mengatakan, universitas tempat studinya, kemudian memberi ruang bagi mereka yang memeluk agama minoritas untuk menjalankan ibadah.
"Jujur saya lebih betah tinggal di sini dari pada di Indonesia."|Dini (WNI)
Dini, mengatakan, latar belakangnya sebagai pekerja sosial membuat dirinya bertemu dengan berbagai macam komunitas di Thailand, termasuk kelompok LGBTQ.
"balik lagi latar belakang saya itu pekerja sosial,
Kami punya prinsip bahwa setiap orang itu punya harkat dan martabat yang harus kita junjung tinggi dan kita harus hargai,
"saya menghargai setiap orang itu sebagai sebagai manusia secara utuh,
selama itu tidak ada kaitannya dengan agama saya, dengan harga diri saya, dengan saya pribadi itu, tidak masalah buat saya."|Dini (WNI)
"Pulang kembali ke Indonesia untuk menetap, enggak pernah terlintas,"
bagi Joseph Pradipta mengubah statusnya sebagai WNI menjadi warga negara Korea Selatan adalah sebuah tujuan.
"Ya saya mau banget."|Joseph (WNI) kepada Jurnalis BBC News Indonesia, Johanes Hutabarat.
Joseph adalah pria asal Semarang, Jawa Tengah, yang merantau ke Korsel sejak 2019.
Dorongan pindah ke luar negeri saat itu adalah sebuah kombinasi: antara karirnya mandek saat bekerja di media olahraga, dan keresahan soal kondisi perpolitikan nasional.
Joseph, merasa rugi, karena gaji yang sering habis untuk ongkos sehari-hari.
dan di sisi lain dirinya merasa kemampuan videografi yang dikuasainya sudah cukup baik.
sebagai lulusan program studi jurnalistik, yang tertarik dengan isu politik, Joseph mengatakan, dirinya tidak sreg dengan Presiden Ke-7 Indonesia, Joko Widodo yang pada masa periode kedua pemerintahannya memilih mantan rivalnya, yakni; Prabowo Subianto menjadi Presiden Ke-8 Indonesia (baru terpilih)
"Kalau emang mencontohkan demokrasi yang sehat, demokrasi yang merangkul, sepertinya bukan seperti itu juga caranya."|Joseph (WNI)
dari hal-hal tersebut, Joseph kemudian mencoba mencari peluang studi di luar negeri.
Eropa dan Amerika Serikat sempat terlintas dipikiran-nya, sebagai tujuan studi program magister.
terakhir pilihannya berubah, yakni; mencoba belajar di salah satu negeri di Asia Timur.
Joseph, mengatakan, pilihannya jatuh ke Korsel, karena terpukau dengan kemajuan negeri tersebut.
Joseph, berangkat ke Korsel pada 2019 untuk belajar bahasa di Busan, sebuah kota pelabuhan di ujung tenggara Semenanjung Korea.
dari sana dirinya tetap menyimak isu di Indonesia.
Rasa kesal dengan negerinya memuncak waktu pandemi COVID-19, dirinya kesal dengan sikap pemerintah Indonesia dalam menghadapi pagebluk.
"bagaimana Menteri Kesehatan [bilang] menghadapi COVID-19 'enggak akan kena orang Indonesia, karena suka makan nasi kucing,
kan enggak ada hubungannya, itu benar-benar membuat saya makin naik darah,
Negara ini [Indonesia] beyond safe."|Joseph (WNI)
Namun, hidup di Korsel juga tidak mudah, dirinya berusaha menguasai bahasa yang belum pernah dikuasainya.
akan tetapi, dirinya terdorong untuk terus bisa naik tingkat di sekolah bahasanya.
"saya nangis-nangis sendiri belajar memahami apa tulisan ini."|Joseph (WNI) yang sempat bekerja di hotel sebagai petugas cleaning service di hotel di sela-sela pendidikan bahasanya.
Joseph, pernah merasakan adanya perlakuan sentimen rasial terhadap dirinya
"kadang kalau di kereta, enggak ada yang mau duduk sebelahku."|Joseph (WNI)
sentimen-sentimen rasial tersebut terkikis, waktu dirinya bisa menunjukkan kemampuannya berbahasa Korea Selatan.
Namun, tantangan terbesar bagi dirinya adalah menghadapi masalah sendiri.
"ke dokter sendiri, Ngurus pajak sendiri, Ngurus visa sendiri,
Jadi benar-benar kesendirian ini yang mungkin enggak banyak orang bisa untuk hadapi."|Joseph (WNI)
Namun, Joseph, mengatakan, dirinya sudah melampaui proses adaptasi.
dan saat ini, Joseph sudah bekerja sudah bekerja di Seoul, sebagai manajer pemasaran sebuah perusahaan fintech.
Joseph, mengatakan, baru sempat pulang kampung halamannya, setelah 3,5 tahun menetap di negeri ginseng tersebut.
dan, Joseph, mengatakan, saat ini, tidak terpikirkan buat dirinya untuk kembali menetap ke tanah air.
"Pulang untuk menetap sih enggak pernah terlintaskan dalam pikiran saya."|Joseph (WNI)
Joseph cukup senang dengan tagar #KaburAjaDulu.
"Saya mendukung.., Saya mendukung, teman-teman untuk kabur aja dulu."|Joseph (WNI)
Joseph pun menatap ke depan, dan memperkirakan, butuh sekitar 5 (lima) tahun lagi, untuk menggapai tingkat visa yang memungkinkan dirinya menjadi warga negara Korsel seutuhnya.
"Saya tinggal nunggu prosesnya aja."|Joseph (WNI)
bagaimana #KaburAjaDulu menjadi viral.?
berkaca dari data yang diolah lembaga pemantau media sosial Drone Emprit, tren percakapan #KaburAjaDulu terlihat mulai digaungkan di platform media sosial X sejak Januari 2025.
saat itu akun @amourXexa mencuitkan tagar tersebut pada 8 Januari 2025.
Namun, tagar itu baru viral saat akun @hrdbacot mulai mencuitkannya pada 14 Januari dan @berlianidris pada 6 Februari.
berdasarkan hasil pemantauan Drone Emprit, tagar tersebut adalah reaksi warganet menghadapi isu-isu terkini, seperti; kondisi ekonomi, kualitas hidup yang menurun, hal-hal terkait kebijakan pemerintah.
#KaburAjaDulu digunakan untuk membicarakan motivasi pindah keluar negeri, informasi lowongan kerja, juga kiat-kiat pindah keluar negeri.
dari hasil pengamatan tersebut, terlihat bahwa; kelompok usia 19-29 tahun yang mencuitkan tagar ini, yakni; mencapai 50,8%.
dan tagar tersebut, lebih jauh ditelusuri oleh Drone Emprit muncul pada setidaknya September 2023.
dalam cuitannya, pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan, waktu itu, pihak yang meramaikan tagar tersebut adalah "circle tech bro," /atau kelompok para pemrogram.
Reaksi atas Ketidakpastian,
Ahli Sosiologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arie Sujito, mengatakan bahwa; Narasi berisi ajakan keluar negeri ini, dinilai sebagai cermin kebingungan publik atas kondisi terkini di tanah air,
Arie, mengatakan, masalah sosial, politik dan ekonomi yang mengemuka belakangan ini membuat warga bingung.
Arie, memberikan contoh, kebijakan pemerintah mencabut pembatasan distribusi gas elpiji 3 Kg yang dilakukan secara tiba-tiba, lalu masalah kepastian hukum, seperti; pada kasus pagar laut, juga masalah pemangkasan anggaran pemerintahan yang mencuat di publik.
"ada perubahan-perubahan kebijakan di level negara yang membuat uncertainty."|Arie (ahli sosiologi UGM)
Arie, mengatakan, permasalahan tersebut perlu dipandang serius oleh pemerintah.
Arie, tidak mempermasalahkan kelompok kelas menengah yang hendak keluar negeri, yang menurutnya memiliki lebih banyak pilihan dalam hidup.
Namun, Arie menitikberatkan nasib kelompok kelas ke bawah.
"Rakyat yang tidak sempat punya banyak pilihan,
itu yang berisiko memiliki kerentanan kalau negara ini enggak berubah."|Arie (ahli sosiologi UGM)
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Sosial, Hukum, Politik,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: BBC News Indonesia,
| Penerbit: Kupang TIMES