TOLAK LUPA: Francisca Casparina Fanggidaej, Pejuang asal NTT yang TERBUANG.?

Edisi: 890
Halaman 1
Integritas |Independen |Kredibel


       Potret: BBC News|Properti

KUPANG TIMES - Stigma Komunis dan Kedekatan Francisca Casparina Fanggidaej dengan Presiden RI, Soekarno, membuat dirinya tidak bisa pulang ke tanah air usai peristiwa kelam tahun 1965.

dan nama Francisca Casparina Fanggidaej, kembali menjadi sorotan dan perbincangan netizen dari berbagai platform media dan media sosial, usai cucunya yang juga aktor film, Reza Rahardian, terlibat dalam unjuk rasa, menolak revisi Undang-Undang Pilkada di depan Gedung Parlemen DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis, (22/8/2024) lalu. 

oma dari aktor Reza Rahardian itu, ternyata seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.

Namun, namanya dihapus dari sejarah Tanah Air, karena dirinya menjadi eksil di luar negeri. 

meski namanya tidak akrab didengar di Indonesia, ternyata Fransisca memiliki peran penting bagi Tanah Air lho.! 

lalu, siapa itu Francisca Casparina Fanggidaej.? 

apa perannya bagi Indonesia.? 

kenapa dirinya dihapus dari sejarah Indonesia.?


PROFIL, 

Francisca Casparina Fanggidaej, lahir dari pasangan Gottlieb Fanggidaej dan Magda Mael, di Pulau Timor, pada tanggal 16 Agustus 1925, di Desa. Noel Mina, Kabupaten. Kupang, Provinsi. Nusa Tenggara Timur. 

ayah Fransisca bekerja sebagai Kepala Pengawas Burgerlijke Openbare Warken (BOW) /atau yang sekarang kita kenal dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR). 

Pekerjaan dan Posisi ayahnya tersebut, membuat keluarganya mendapatkan segala fasilitas, dihormati dan memiliki status Hukum, yang sama dengan orang Belanda. 

Sisca dan keluarganya kerap dipanggil "Belanda Hitam,"

Sisca bersekolah di Europeesche Lagere School (sekolah dasar Eropa) dan MULO (sekolah menengah pertama). 

meski lancar bahasa Indonesia dan Inggris, Sisca hanya di izinkan berbicara bahasa Belanda di rumah. 

semasa kecil, Sisca sekolah bersama anak-anak keturunan Belanda. 

Kehidupan keluarganya yang lebih dari cukup tersebut, membuat Francisca merasa heran dan bertanya, mengapa orang-orang yang warna kulitnya sama dengan dirinya hidupnya tidak sama dengannya. 

Fransisca melihat orang-orang yang memiliki kesamaan warna kulit dengannya, harus menunduk, berjalan jongkok, dan hormat kepada orang tuanya. 

Pemandangan tersebut membuat Fransisca kecil menjadi gelisah dan menyadari adanya ketidakadilan yang dialami orang-orang yang warna kulitnya sama dengan dirinya.

bahkan kegelisahan Fransisca menjadi semakin kuat ketika dirinya melihat ayahnya direndahkan oleh orang Belanda, karena memiliki perbedaan warna kulit.

hal tersebut, akhirnya membuat Sisca memahami kondisi Tanah Airnya tidak baik-baik saja.

dan sikap rasisme bangsa Belanda inilah, memacu Fransisca untuk memberikan perlawanan dan berjuang demi kemerdekaan Indonesia.

Sisca kemudian bekerja sebagai pengajar bahasa Inggris dan penerjemah. 

Sisca, juga bekerja sebagai wartawan untuk Radio Gelora Pemuda Indonesia. 

nona Timor ini, tercatat sebagai anggota dewan Komite Belanda Indonesia dan salah satu pendiri Stichting Azie Studies (Yayasan Studi Asia) di Belanda. 

dikutip dari laman International Institute of Social History, Sisca menikah dengan Sukarno, anggota dewan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) pada 1948. 

Sisca dan Sukarno, dikaruniai seorang anak, yaitu; Nilakandi Sri Luntowati. 

Namun, suaminya ditembak mati bersama rombongan Amir Sjarifuddin pada 19 Desember 1948.

Sisca kemudian menikah lagi dengan seorang wartawan bernama Supriyo. 

Sisca dan Supriyo, dikaruniai enam orang anak, yakni; Dien Rieny Saraswati, Godam Ratamtama, Nusa Eka Indriya, Savitri Sasanti Rini, Pratiwi Widiantini (ibu Reza Rahadian), dan Mayanti Trikarini.

SEJARAH, 

usai Perang Dunia II, peran Francisca Fanggidaej dalam sejarah Indonesia semakin besar. 

Fransisca semakin aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

setelah Indonesia merdeka, Sisca bergabung dengan Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Surabaya. 

bersama PRI, Sisca mengikuti Kongres Pemuda Seluruh Indonesia di Yogyakarta pada 10-11 November 1945.

Hasilnya, lahirlah organisasi kepemudaan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dan Badan Kongres Pemuda Indonesia (BKPRI).

di bawah BKPRI, Sisca dan Yetty Zain menjalankan siaran berita dalam bahasa Inggris dan bahasa Belanda di Radio Gelora Pemuda di Madiun, Jawa Timur untuk melawan propaganda NICA.

Sisca menjadi anggota Pesindo pada 1945. 

Dua tahun kemudian, Sisca, melakukan perjalanan sebagai delegasi Pesindo ke Eropa dalam beberapa konferensi di Praha, Cekoslowakia, serta Yugoslavia, Hongaria, dan Kolkata, India. 

Sisca melakukan kampanye tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia ke banyak negara. 

Sisca pun mengadvokasi pengakuan kemerdekaan Indonesia di panggung dunia.

saat berada di India pada 1948, Sisca ikut konferensi yang digunakan Uni Soviet, untuk menyebarkan kebijakan luar negeri ke Asia Tenggara.

usai konferensi tersebut, terjadi pemberontakan komunis di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. 

Sisca ditangkap akibat dianggap terkait Pemberontakan PKI Madiun 1948. 

Sisca, dipenjara di Gladak, Surakarta, Jawa Tengah. 

Sisca, lolos dari hukuman mati, karena sedang hamil anak pertamanya, Nilakandi Sri Luntowati.

setelah kongres 1950, Pesindo berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan berganti nama menjadi Pemuda Rakyat. 

dan Sisca sempat menjadi ketua organisasi itu.

pada tahun 1955, Sisca menjadi wartawan kantor berita Antara. 

Dua tahun kemudian, Sisca ditunjuk Presiden RI, Soekarno, menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dari golongan wartawan. 

sebagai anggota DPR-GR di Komisi Luar Negeri, Sisca ikut mengunjungi Kuba dan bertemu Presiden Kuba, Fidel Castro pada 1960 dan 1963. 

Pada 1964, Sisca menjadi penasihat Presiden RI, Soekarno, selama kunjungan ke Aljazair. 

Setahun kemudian, Sisca menjadi anggota delegasi Indonesia untuk kongres Organisasi Jurnalis Internasional di Chile.

dituduh PKI dan diasingkan, 

saat sedang melakukan perjalanan ke luar negeri, peristiwa G30S/PKI pecah di Indonesia pada 1965. 

dan Soeharto mengambil alih kekuasaan.

Sisca, mengecam penganiayaan militer terhadap para pemimpin Gerakan Wanita Indonesia. 

Sisca dan teman-temannya menolak kehadiran delegasi pro-Soeharto yang dipimpin Brigadir Jenderal. Latief Hendraningrat di konferensi, di Kuba. 

Soeharto, memblokir paspor Francisca dan rekan-rekannya sehingga mereka tidak bisa pulang ke Indonesia.

suami Sisca, Supriyo ditangkap dan rumah mereka disita dan isinya dijarah. 

anak-anak mereka terpaksa dirawat keluarga dekat. 

Supriyo dipenjara selama 12 tahun tanpa persidangan dan baru bebas pada 1978. 

meski berada di luar negeri, foto-foto Sisca ditempel di tempat umum dengan narasi "tangkap hidup /atau mati 'Francisca Fanggidaej,"

dari Kuba, Sisca berpindah ke China, dengan paspor sementara, pemberian dari Fidel Castro. 

Sisca, tinggal di China selama hampir 20 tahun. 

Sisca, akhirnya menetap di Belanda sejak 1985.

setelah hampir 30 tahun terpisah, Sisca baru pertama kalinya bertemu putrinya, Maya di Belanda pada 1993. 

Namun, keluarganya tetap belum bisa tinggal bersama, karena Sisca berstatus eksil yang diasingkan.

setelah Reformasi 1998, Presiden RI, Abdurrahman Wahid /atau Gus Dur, mengizinkan Sisca dan rekan-rekannya pulang. 

Sisca, menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Indonesia pada tahun 2003, setelah hampir empat puluh tahun diasingkan. 

meski sudah bebas masuk Indonesia, Francisca Fanggidaej memilih untuk menetap di Kota Kecil Zeizt, Belanda hingga meninggal pada 13 November 2013 saat dirinya berusia 88 tahun. 


BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan, Kejujuran.

Informasi Artikel:

| Konteks: Sejarah, 

| Penulis: W.J.B

| Sumber: BBC News, berbagai sumber, 

| Penerbit: Kupang TIMES 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®