Edisi: 879
Halaman 10
Integritas|Independen |Kredibel
JAKARTA, KUPANG TIMES - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi /atau Perludem, Titi Anggraini mengkritisi sikap Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat /atau Baleg DPR dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-undang Pilkada.
dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK menurunkan aturan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik.
MK menyatakan, seluruh partai politik peserta pemilu, baik yang mendapatkan kursi di DPRD ataupun tidak, bisa mendaftarkan dan mengusung pasangan calon kepala daerah.
Putusan MK ini jadi salah satu agenda Rapat Panitia Kerja atau Panja Baleg DPR RI.
Rapat tersebut digelar, Rabu, (21/08/24) /atau sehari setelah putusan MK dibacakan.
Rapat Panja tersebut, menyepakati, penurunan syarat ambang batas Pilkada hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi DPRD.
dan aturan tersebut, dimasukkan dalam draf Pasal 40 RUU Pilkada.
Titi, mengatakan, bahwa; putusan MK tentang syarat ambang batas pencalonan yang direkonstruksi berlaku baik untuk partai parlemen maupun non parlemen.
"Kenapa wakil rakyat tidak bersuara seperti suara rakyat dan corong konstitusi.?"
"Apakah rakyat sudah dianggap angin lalu oleh mereka.?"|Titi (Pembina Perludem), dalam unggahan di media sosial X miliknya, Rabu, (21/08/24).
Titi, mempertanyakan, pembahasan RUU Pilkada yang dibahas oleh Baleg DPR, tidak sesuai dengan putusan MK.
menurut Titi, telah terjadi pembegalan terhadap amar putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut.
Pengajar Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, mengatakan, bahwa; putusan yang dibacakan MK ialah putusan final dan mengikat.
dan Titi, menegaskan bahwa; Putusan MK juga berlaku serta-merta bagi seluruh pihak.
"Kalau sampai disimpangi maka telah terjadi pembangkangan konstitusi,"|Titi (Pembina Perludem)
Titi, mengatakan,, hal semacam ini, apabila dibiarkan berlanjut maka Pilkada 2024 bersifat inkonstitusional dan tidak memiliki legitimasi untuk diselenggarakan.
Titi, mengatakan, sebab MK merupakan penafsir konstitusi satu-satunya yang memiliki kewenangan menguji UUD NRI 1945 dalam sistem hukum Indonesia.
Titi, kembali menegaskan, bahwa; putusan MK tidak bisa dibenturkan dengan putusan MA, sehingga putusan MK harus dipedomani oleh semua pihak.
"Ketika MK sudah memberi tafsir, maka itulah ketentuan yang harus diikuti semua pihak,"
"Senang atau tidak senang,"|Titi (Pembina Perludem)
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan, Kejujuran.
• Informasi Artikel:
| Konteks: Hukum, Politik,
| Penulis: W.J.B
| Sumber: Perludem, Baleg DPR RI, Mahkamah Konstitusi,
| Penerbit: Kupang TIMES