Pakar Hukum KRITIK Perubahan Wantimpres Jadi DPA.! "Kembali Ke ORDE BARU,"

Edisi: 838
Halaman 1
Integritas|Independen |Kredibel

       Potret: KT|Properti

JAKARTA, KUPANG TIMES - sejumlah pakar Hukum menanggapi wacana perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang saat ini, sedang dibahas oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.

Pakar Hukum Tata Negara, Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan dan menilai, gagasan membangkitkan DPA merupakan langkah untuk kembali ke era Orde Baru. 

Bivitri, mengatakan bahwa; sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan, DPA tertuang dalam Konstitusi, tetapi kini sudah dihapus usai amandemen pada tahun 2004.

"itu seperti mau kembali ke zaman Orde Baru banget,"|Bivitri (ahli Hukum Tata Negara), Selasa, (09/07/24)

adapun Baleg DPR-RI setuju untuk revisi Undang-Undang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden tersebut dibawa ke Paripurna. 

Nantinya, status dewan pertimbangan ini akan beralih dari Lembaga Pemerintah menjadi Lembaga Negara, sehingga akan berkedudukan sejajar dengan Presiden.

Bivitri, mengingatkan bahwa; pada masa peralihan Orde Baru menuju Reformasi, penolakan terhadap DPA disampaikan oleh masyarakat sipil beserta para ahli Hukum, seperti Jimly Asshiddiqie, Bagir Manan, dan Sri Soemantri.

"semuanya bersepakat merapikan sistem ketatanegaraan. Enggak ada lagi lembaga yang levelnya terlalu tinggi yang kerja dan wewenangnya tidak signifikan,"|Bivitri (ahli Hukum Tata Negara) 

Bivitri, mengatakan, di masa Orde, DPA tidak memiliki fungsi penting, selain memberikan saran kepada presiden. 

oleh karena itu, Bivitri, mempertanyakan, urgensi perubahan Wantimpres menjadi DPA yang di-inisiasi oleh DPR RI tersebut.

"Presiden sudah lebih dari cukup untuk mendapatkan masukan,"

"dia punya seluruh squad dengan adanya para menteri,"|Bivitri (ahli Hukum Tata Negara) 

sepikir dengan Bivitri, Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, turut menanggapi dan memberikan kritikan. 

Herdiansyah, mempertanyakan dasar Hukum pembentukan kembali DPA di luar tubuh Lembaga Kepresidenan.

Herdiansyah, mengatakan, pembentukan DPA tidak memiliki dasar Hukum yang kuat di dalam Konstitusi, meski dahulu lembaga tersebut, pernah diatur secara khusus dalam Bab IV UUD 1945.

"setelah reformasi, lembaga itu ditarik (pemerintah) dan berubah menjadi Wantimpres,"|Herdiansyah (Pusat Studi Antikorupsi Univ. Mulawarman), Selasa, (09/07/24)

ahli Hukum Tata Negara itu, menegaskan, sebuah lembaga yang membantu presiden, seharusnya, berada di dalam lembaga kepresidenan, bukan berdiri sendiri sebagai lembaga khusus. 

"Posisi dewan pertimbangan itu adalah di bawah cabang kekuasaan eksekutif,"|Herdiansyah (Pusat Studi Antikorupsi Univ. Mulawarman)

sebelumnya, Baleg DPR RI akan mengubah Dewan Pertimbangan Presiden menjadi Dewan Pertimbangan Agung melalui revisi Undang-Undang Wantimpres. 

Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, mengatakan, Dewan Pertimbangan Agung akan menjadi lembaga Negara yang diatur berdasarkan fungsinya.

sehingga nomenklatur kedudukan Dewan Pertimbangan Agung diatur dalam Undang-Undang. 

“karena di dalam UUD itu sekarang tidak ada lagi lembaga tinggi, tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, yang ada adalah lembaga negara,”|Supratman (Ketua Baleg DPR RI) usai hadiri rapat Baleg di Kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa, (09/07/24)

BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan, Kejujuran. 

| Narasi: Hukum, 

| Text: W.J.B

| Sumber Literasi: Badan Legislasi DPR RI, Bivitri Susanti (ahli HTN), Herdiansyah Hamzah (ahli HTN), 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®