ini Bukan DONGENG.! ini BUKTI Kalau Kehidupan Ekonomi Rakyat Indonesia Tidak Baik-Baik Saja.?

Edisi: 845
Halaman 2
Integritas|Independen |Kredibel

               Potret: KT|Properti

JAKARTA, KUPANG TIMES - sejumlah Pengamat Ekonomi, berpandangan bahwa; ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. 

dan salah satu indikatornya adalah daya beli masyarakat yang sedang tertekan.

sederet pertanda daya beli warga menurun terlihat dalam sejumlah data-data ekonomi terbaru. 

mulai dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang melemah hingga penjualan di sejumlah sektor industri yang turun.

Berikut, tanda-tanda masyarakat tengah mempererat tali pinggangnya.

Indeks Keyakinan Konsumen, 

Indeks Keyakinan Konsumen pada Mei 2024 turun menjadi 125,2, dari posisi April 2024 di level 125,2. 

Indeks tersebut, mengukur keyakinan konsumen Indonesia, terkait kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen dalam periode yang akan datang.

"Pelemahan daya beli terlihat dari data IKK itu,"|Telisa Aulia Falianty (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia) 

Telisa, mengatakan, data IKK terbaru menunjukkan seluruh kelompok pengeluaran masyarakat mengalami penurunan indeks, yang diikuti dengan anomali berupa tabungan konsumen yang juga ikut turun. 

Talisa, mengatakan, hal itu menunjukkan pendapatan masyarakat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.

adapun optimisme konsumen yang turun terjadi di semua pengeluaran mulai dari pengeluaran IDR 1-2 Juta per-bulan, hingga di atas IDR 5 Juta per-bulan. 

sementara itu, data untuk persentase tabungan terhadap pendapatan mulai terus menurun. 

pada April 2024 persentasenya sebesar 16,7%.

namun, pada Mei 2024 menjadi haya 16,6%.

Demikian juga untuk data porsi konsumsi terhadap pendapatan yang turun. 

Pada April 2024 masih sebesar 73,6%.

namun, pada Mei 2024 menjadi 73%. 

di sisi lain, komposisi cicilan pinjaman terhadap pendapatan masyarakat malah naik dari posisi April 2024 9,7% menjadi 10,3%, berdasarkan data dalam IKK BI.

"Sekarang itu baik konsumsi maupun tabungan dua-duanya turun. Artinya itu adalah income-nya turun dan cicilan pinjamannya meningkat,"|Telisa Aulia Falianty (Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia) 

Deflasi Beruntun, 

Penurunan daya beli masyarakat pada akhirnya berpengaruh pada terjadinya deflasi. 

Badan Pusat Statistik melaporkan Indonesia telah mengalami deflasi selama dua bulan beruntun, yakni; pada Mei dan Juni 2024.

Data BPS menunjukkan indeks harga konsumen /atau IHK mengalami deflasi sebesar 0,08% secara bulanan atau month to month (mtm). 

Data ini turun makin dalam bila dibandingkan deflasi per Mei 2024 yang sebesar 0,03% mtm.

"Yang menjadi kekhawatiran daya beli yang menunjukkan kerentanan dalam hal ini,"

"Jadi deflasi itu indikasi dari daya beli masyarakat menurun,"|Ninasapti Triaswati (Pengamat Ekonomi, Universitas Indonesia) 

Penjualan Anjlok, 

Pelemahan daya beli masyarakat juga terlihat dari anjloknya pembelian barang-barang berdaya tahan lama atau durable goods, seperti; mobil. 

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan wholesales /atau penjualan dari pabrik ke dealer sepanjang Januari-Mei 2024 hanya sebanyak 334.969 unit. 

angka tersebut jeblok 21% year on year (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni; dengan penjualan 423.771 unit.

Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, mengatakan, pemerintah perlu mencari solusi atas anjloknya penjualan mobil ini. 

Jongkie, mengatakan, salah satu opsi yang bisa ditempuh adalah menurunkan pajak.

"dengan menurunkan pajak-pajak tertentu maka harga jual kendaraan bermotor kita bisa turun, dengan harga turun tadi, maka daya beli masyarakat yang tadi melemah, masih sanggup membeli,"|Jongkie (Ketua I Gaikindo) 

Ritel Banyak Tutup,

melemahnya daya beli juga terlihat dari fenomena sejumlah ritel modern yang menutup gerainya. 

Ritel modern, seperti; Matahari Department Store (Matahari), dikabarkan menutup gerainya yang ada di WTC Serpong dan Mall Balaikota Tangerang, karena konsumen lebih cenderung membeli barang impor secara daring karena harganya lebih murah.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah, mengatakan, toko ritel dalam negeri kesulitan bersaing dengan barang impor murah.

"Iya untuk Matahari problemnya banyak, barang impor yang masuk Indonesia tanpa bayar pajak, SNI dan sebagainya, itu berat,"

"Jadi kuncinya pengetatan pembatasan untuk barang-barang yang ilegal impor supaya pabrik-pabrik yang membuat barangnya di Indonesia bisa bertahan,"|Budihardjo (Ketum Hippindo) 

selain karena gempuran barang impor, Budihardjo, mengatakan, Matahari dan toko ritel lainnya, juga kesulitan menjual barang bermerek. 

selain karena impor, Budihardjo, mengatakan, hal itu disebabkan karena keberadaan toko online.

"untuk toko-toko branded yang sudah taat pajak seharusnya dipermudah, sementara barang impor ilegal yang tidak taat pajak harus lebih diawasi,"|Budihardjo (Ketum Hippindo)

BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran. 

| Narasi: Sosial, Ekonomi, Keuangan, 

| Text: W.J.B

| Sumber Literasi: Hippindo, Gaikindo, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, BPS RI, 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®