Edisi: 773
Halaman 1
Integritas|Independen |Kredibel
KUPANG TIMES - sepekan terakhir ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada dibawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia mendapat sorotan, keluhan dan kritikan keras dari publik.
sorotan, keluhan dan kritikan keras dari publik, terfokus pada kinerja Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI, yang beberapa kali menetapkan pajak yang tinggi atas barang kiriman dari luar negeri hingga mencapai ratusan juta rupiah.
namun, tahukah anda, kalau pada tahun 1985 silam, Presiden RI, Soeharto pernah bekukan Ditjen Bea dan Cukai.?
Berikut ulasan singkatnya,
dikutip dari artikel yang ditulis di laman resmi Media Keuangan (MK+) Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Institusi Bea dan Cukai pernah dibekukan oleh Pemerintah Orde Baru, karena menjadi 'Sarang Korupsi' yang sedemikian parah.
Presiden RI, Soeharto, waktu itu sangat kesal dengan tindakan praktik Korupsi yang sangat marak di Bea dan Cukai.
meski tidak sampai dibubarin, Presiden RI, Soeharto, memutuskan untuk membekukan institusi tersebut.
di era Orba, praktik Korupsi, terutama 'Pungutan Liar (Pungli),' begitu lekat dengan pegawai Bea dan Cukai.
para pegawai Bea dan Cukai melakukan 'Kongkalikong' dengan para pengusaha ekspor dan impor.
banyak pengusaha menyuap pegawai Bea dan Cukai untuk memuluskan penyelundupan.
Praktik tersebut kerap disebut dengan 'Uang Damai,'
pada 06 Juni 1968, di era kepemimpinan Menteri Keuangan RI, Ali Wardhana, terjadi banyak Penyelewengan dan Korupsi di Bea dan Cukai.
menurut Jurnalis, Mochtar Lubis, praktik-praktik penyelundupan dan penyelewengan di Bea dan Cukai terjadi karena terjalin Kongkalikong antara Bea dan Cukai dan Importir penyelundup.
“dan kerja Bea Cukai hanya mengadakan ‘denda damai’ belaka yang memuaskan semua pihak yang bersangkutan,"
"Menteri Keuangan patut memeriksa praktik-praktik ‘denda damai’ ini, yang kelihatan telah menjadi satu pola kerja yang teratur,”|Mochtar Lubis (Jurnalis) tulisannya di Surat Kabar Harian Indonesia Raya, 22 Juli 1969, dalam Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya.
menurut Mochtar, pimpinan lama, harus diganti dengan orang baru yang tak terlibat dalam jaring-jaring vested interest (kepentingan pribadi) yang telah berakar lama antara Bea dan Cukai dan importir-penyelundup.
selain itu, perubahan bukan hanya dari sisi kelembagaan, tetapi juga personalia pelaksananya.
Namun, nyatanya, keadaan demikian bertahan cukup lama.
Ketika Ali Wardhana mengunjungi kantor Bea dan Cukai di Tanjung Priok pada Mei 1971, dirinya melihat para petugas tengah bersantai.
Ali Wardhana, juga mendapat kabar, adanya penyelundupan ratusan ribu baterai merek terkenal.
“Padahal, ia (Menkeu RI, Ali Wardhana) baru memberikan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji,"
"Kenaikan tersebut bukan sembarang hadiah, melainkan disertai tuntutan kenaikan pelayanan dan peniadaan penyelewengan,”|Saeful Anwar dan Anugrah E.Y. (ed.), dikutip dari Buku berjudul Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa.
Menkeu RI, Ali Wardhana, akhirnya melakukan mutasi pejabat eselon II antar unit eselon I.
Pada 1978, Direktur Bea dan Cukai, digantikan pejabat dari unit eselon beberapa kali.
Namun, ternyata cara tersebut, tidak memperbaiki kinerja Bea dan Cukai.
Penyelewengan dan Penyelundupan terus terjadi.
Ali Wardhana, kemudian diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan pada 1983.
Sementara Menteri Keuangan RI, dijabat oleh Radius Prawiro.
Perubahan di Bea dan Cukai sangat diharapkan.
pada 29 Agustus 1983, Radius Prawiro melantik Bambang Soejarto, seorang perwira tinggi Departemen Hankam, sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Bambang Soejarto, menggantikan Wahono yang terpilih sebagai gubernur Jawa Timur.
dalam pidato seusai pelantikan, Menkeu RI, Radius Prawiro, mengatakan dan menekankan, bahwa; para penyelundup “akan kita perangi sampai ke akar-akarnya,”
apa mau dikata, penyelewengan dan penyelundupan Bea Cukai belum juga lenyap.
Keluhan terus berdatangan dari para pengusaha, termasuk pengusaha Jepang, mengenai sikap aparat Bea dan Cukai yang ribet, berbelit-belit, dan pada akhirnya melakukan pungutan liar.
maka, setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Presiden RI, Soeharto, menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.
Wewenang Bea Cukai diambil alih,
Berpegang pada Instruksi Presiden, Pemerintah mengambil keputusan untuk mempercayakan sebagian wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada PT. Surveyor Indonesia yang bekerja sama dengan sebuah perusahaan swasta asal Swiss bernama; Societe Generale de Surveilance (SGS).
dengan ada pengambilalihan sebagian wewenang Bea dan Cukai tersebut, banyak pegawai Bea dan Cukai terpaksa dirumahkan, karena pekerjaan mereka diambil alih PT. Surveyor Indonesia.
Kewenangan tersebut, kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.
Yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Kepabeanan.
Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 juga memberikan kewenangan lebih besar kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diembannya.
dengan pemberlakuan Undang-Undang tersebut, produk hukum kolonial tidak berlaku lagi.
Begitu pula dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007, untuk menggantikan kelima ordonansi cukai lama.
BERSUARA KERAS untuk Demokrasi dan Keadilan dan Kejujuran.
| Narasi: Sejarah, Hukum, Perdagangan, Bisnis, Keuangan,
| Text: W.J.B
| Sumber Literasi: Media Keuangan (MK+) Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kabar Harian Indonesia Raya Edisi 22 Juli 1969, Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, Saeful Anwar dan Anugrah E.Y. (ed.) (dikutip dari Buku Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa),