Edisi: 406
Halaman 1
KUPANG TIMES - Pemilihan Umum yang semakin dekat, banyak Politisi, yang mulai mempersiapkan perencanaan strategi politiknya.
Salah satu strategi yang di-siapkan oleh Politisi adalah kampanye, para Politisi selalu menempatkan Generasi Milenial sebagai Simpul Suara dan Jargon "sosok milenial," yang bisa di-gaungkan.
Karena menurut para Politisi, Generasi M, di Pemilu 2024, Pemilih dari Generasi M, mencapai 55%-60%, suara Nasional.
Politisi juga kerap kali memakai Gimik Milenial, untuk menjalankan kampanyenya, antara lain; Politisi akan berusaha tampilkan dirinya Milenial, selalu berusaha ikuti tren anak muda, seperti; fashion, vlog, games, TikTok, Podcast, dll.
Saat para Politisi menggunakan ketiga pemahaman dan strategi kampanye di-atas, maka ini menjadi salah paham, kenapa demikian.?
Karena Generasi M adalah simpul suara yang cukup Kritis, selalu memiliki concern terhadap isu dan permasalahan, kerap mengalami masalah, yang relatif baru, dan Generasi M, selalu dekat dengan Teknologi dan Informasi yang terus di Upgrade.
Untuk itu, para Politisi harus benar-benar cerdas membentuk strategi kampanyenya, agar bisa mendapatkan simpati dan perhatian dari Generasi M, antara lain:
1. Politisi harus bisa tunjukkan Perhatian, dan menjadi solusi, dalam mengahadapi Isu dan Masalah yang di-hadapi Generasi M, seperti; Kesulitan mencari pekerjaan,
2. Politisi tidak perlu tunjukkan Gimik Milenial, seperti anak muda, jadi apa adanya, lebih baik.
Dengan jumlah suara yang begitu besar, Generasi M adalah simpul suara potensial.
Sekali lagi, Politisi harus benar-benar bisa menghadirkan dirinya sebagai sosok yang memahami, mengetahui dan bisa menjawab setiap persoalan yang di-hadapi Generasi M.
|Narasi: Politik,
|Teks: W.J.B
|Sumber Literasi: W.J.B,
