Edisi: 359
Halaman 5
Foto: ICC, propertiKUPANG TIMES - Sobat Hukum, memulai Perkenalan dengan Pertanyaan; Pelanggaran berat HAM yang terjadi di suatu Negara, yang menarik perhatian dunia Internasional, proses Peradilannya di-serahkan kepada masing-masing Negara.
Apabila Negara yang bersangkutan di-anggap tidak dapat, tidak mau, tidak mampu melaksanakannya, maka akan di-ambil alih oleh ICC.!
Bagaimana, Pelanggaran HAM Berat, yang tidak di-proses di Negara-nya, karena belum ada Hukum yang mengaturnya.?
Negara tersebut tidak meratifikasi Statuta Roma.?
Dan, apabila ternyata Kejahatan tersebut terjadi sebelum terbentuknya Statuta Roma, maka siapa yang berhak mengadili-nya.?
Sobat Hukum, ini Ulasan dan Jawaban lengkapnya,
Jurisdiksi International Criminal Court /atau Mahkamah Pidana Internasional, berdasarkan artikel What is the International Criminal Court (ICC) and what is its relationship with the UN.? yang kami akses dari laman Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah:
The International Criminal Court (ICC) is an independent judicial body with jurisdiction over persons charged with genocide, crimes against humanity and war crimes.
Jika di-terjemahkan secara bebas, ICC adalah Badan Peradilan Independen yang memiliki Jurisdiksi terhadap Individual yang di-duga melakukan Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, dan/atau Kejahatan Perang.
ICC di-bentuk berdasarkan Statuta Roma 2002, Pasal 5 ayat (1).
Statuta Roma 2002, menegaskan bahwa; Jurisdiksi Tindak Pidana yang menjadi Kewenangan ICC adalah:
1. Genosida;
2. Kejahatan terhadap Kemanusiaan;
3. Kejahatan Perang dan
4. Agresi.
Pasal 11 ayat (1) Statuta Roma 2002, kemudian menambahkan, bahwa:
The Court has jurisdiction only with respect to crimes committed after the entry into force of this Statute.
Sehingga, ICC hanya memiliki Jurisdiksi terhadap kejahatan yang di-lakukan, setelah berlakunya Statuta Roma 2002, pada 1 Juli 2002 (1)
ICC memiliki Jurisdiksi terhadap Kejahatan yang terjadi di wilayah Negara pihak Statuta Roma 2002 /atau Kejahatan yang di-lakukan oleh warga Negara, pihak Statuta Roma 2002, sebagaimana di-terangkan Pasal 12 ayat (2) Statuta Roma 2002.
Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan Pasal 12 ayat (3) Statuta Roma 2002, Negara non-pihak /atau yang tidak meratifikasi Statuta Roma 2002, dapat membuat deklarasi untuk menerima Jurisdiksi ICC, khusus untuk perkara terkait.
Selain itu, ICC hanya memiliki jurisdiksi terhadap orang perseorangan, (2) dengan batasan umur yang di-tentukan Pasal 26 Statuta Roma 2002:
The Court shall have no jurisdiction over any person who was under the age of 18 at the time of the alleged commission of a crime, yang berarti; "ICC tidak memiliki jurisdiksi terhadap individu yang berumur di bawah 18 tahun" ketika melakukan kejahatannya,"
Penjelasan di atas merupakan uraian singkat mengenai cakupan kejahatan, waktu, wilayah, dan golongan perseorangan yang berada dalam jurisdiksi ICC.
Pelaksanaan Jurisdiksi ICC,
Pasal 17 ayat (1) huruf a Statuta Roma 2002 berbunyi:
Having regard to paragraph 10 of the Preamble and article 1, the Court shall determine that a case is inadmissible where:
a. The case is being investigated or prosecuted by a State w hich has jurisdiction over it, unless the State is unwilling or unable genuinely to carry out the investigation or prosecution;
Sesuai ketentuan tersebut, ICC akan menyatakan perkara tertentu tidak dapat di-terima, salah satunya, jika perkara tersebut sedang di-investigasi /atau di-tuntut oleh Negara yang memiliki jurisdiksi untuk menanganinya, kecuali Negara tersebut memang tidak berkeinginan (unwilling) /atau tidak mampu (unable) untuk melakukan investigasi /atau penuntutan.
Dalam artikel How the Court works, yang di-akses dari laman ICC, di-jelaskan bahwa; "The ICC is intended to complement, not to replace, national criminal systems; it prosecutes cases only when States do not are unwilling or unable to do so genuinely,"
Pernyataan tersebut di-atas, menegaskan posisi ICC sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (1) Statuta Roma 2002, bahwa; "Jurisdiksi ICC hanyalah bersifat complementary atau melengkapi sistem hukum nasional, sehingga sepanjang negara yang memiliki jurisdiksi masih berkeinginan dan mampu memproses perkara pidana tersebut, maka ICC tidak memiliki jurisdiksi untuk mengadili,"
Ketiadaan Hukum dalam Mengadili,
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, Pasal 17 ayat (3) Statuta Roma 2002, menegaskan bahwa; "In order to determine inability in a particular case, the Court shall consider whether, due to a total or substantial collapse or unavailability of its national judicial system, the State is unable to obtain the accused or the necessary evidence and testimony or otherwise unable to carry out its proceedings,"
Dengan demikian, Statuta Roma, menjelaskan bahwa; salah satu tolak ukur, bahwa; sebuah Negara tidak mampu (unable) adalah tidak adanya sistem Hukum Nasional.
Lalu, berdasarkan artikel Informal expert paper; The principle of complementarity in practice (hal. 31), yang di-akses dari laman ICC, salah satu indikasi dari tidak adanya sistem Hukum Nasional adalah; "lack of substantive or procedural penal legislation rendering system “unavailable,"
Sehingga, hal tersebut menjawab pertanyaan Anda, bahwa; "salah satu indikasi negara yang tidak mampu memproses perkara pidana adalah ketiadaan Hukum yang berlaku, seperti; yang Anda tanyakan,"
Maka, terhadap situasi yang demikian, ICC dapat melaksanakan jurisdiksi untuk mengadilinya.
Jurisdiksi Terhadap Kejahatan sebelum berlakunya Statuta Roma 2002,
Berkaitan dengan pertanyaan anda, bagaimana jika kejahatan tersebut di-lakukan sebelum berlakunya Statuta Roma 2002.?
Maka, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Statuta Roma 2002 yang telah kami jelaskan di atas, ICC tidak memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan tersebut.
Dalam artikel yang di-akses dari laman Human Rights Watch berjudul The Mandate of the International Criminal Court, untuk kejahatan yang terjadi sebelum berlakunya Statuta Roma 2002, maka di-butuhkan alternatif penegakan hukum lain, seperti; penuntutan oleh sistem hukum nasional, pembentukan badan peradilan internasional yang bersifat ad hoc, atau penuntutan oleh negara lain yang punya jurisdiksi, termasuk negara yang menerapkan jurisdiksi universal.
Dalam artikel Universal jurisdiction over war crimes yang kami akses dari laman International Committee of the Red Cross, jurisdiksi universal adalah; Universal jurisdiction refers to the assertion of jurisdiction over offences regardless of the place where they were committed and the nationality of the perpetrator or the victim.
Jika di-terjemahkan secara bebas, jurisdiksi universal adalah jurisdiksi Negara terhadap suatu tindak pidana, terlepas dari tempat di-mana tindak pidana tersebut di-lakukan dan kewarganegaraan dari pelaku mau-pun korban tindak Pidana tersebut.
Dan, salah satu Negara yang mengakui adanya jurisdiksi universal dalam hukum positifnya adalah Belgia, sebagaimana di-jelaskan dalam artikel Yurisdiksi Universal dan Pengadilan Penjahat Kemanusiaan.
Demikian ulasan dan jawaban kami, semoga bermanfaat ya Sobat Hukum.
|Narasi: Hukum, Pemerintah,
|Teks: W.J.B
|Sumber Literasi: Statuta Roma 2002, laman Human Rights Watch berjudul The Mandate of the International Criminal Court, laman Human Rights Watch berjudul The Mandate of the International Criminal Court, artikel Informal expert paper; The principle of complementarity in practice (hal. 31), Klinik Hukum,