Edisi : 226
Halaman 2
JAKARTA, KUPANG TIMES - Independensi Bank Indonesia, menjadi persoalan mendasar, seiring hadirnya Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, atau Omnibus Law Keuangan.
Sejak tahun 1999, Bank Indonesia di tetapkan sebagai bank sentral, yang bersifat Independen.
Dengan begitu, BI tidak dapat di Intervensi oleh pihak mana-pun, termasuk Pemerintah yang sedang berkuasa.
Berdasarkan, UU RI No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah di ubah, dengan UU RI No. 3 Tahun 2004, Pasal 4 Ayat 2, yang berbunyi; BI adalah Lembaga Negara yang Independen, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah, dan atau pihak lain.
UU RI No. 3 Tahun 2004, di terbitkan dengan tujuan untuk menegaskan Independensi BI, sebagai Bank Sentral yang bebas, dari campur tangan Pemerintah, dan atau pihak lain, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Persoalan Independensi BI, yang menjadi isu tahun 2020 yang lalu, terkait dengan Perppu Reformasi Keuangan, kini mencuat kembali.
Dan kali ini, Pemicunya adalah RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), atau Omnibus Law Keuangan.
RUU tersebut, berasal dari Inisiatif DPR RI.
Salah satu poin, yang menjadi fokus utama dalam RUU PPSK adalah peluang bagi anggota Partai Politik menjadi Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Beberapa Pasal yang tertulis dalam RUU PPSK di nilai berpotensi melemahkan dan merusak Stabilitas Sistem Keuangan, yang selama ini telah berjalan dengan baik.
Menanggapi situasi di atas, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa; "sejumlah pasal yang di nilai dapat mengganggu Kredibilitas dan Independensi Lembaga Otoritas Keuangan,"
"Pemerintah masih membahasnya dengan DPR RI,"
"Kredibilitas dari Lembaga Otoritas di sektor Keuangan perlu tetap di jaga,"
"Apalagi Perekonomian Dunia saat ini, sedang menghadapi ketidakpastian yang cukup tinggi,"
(W.J.B)
