Child Safeguarding Policy Dan Upaya Penanggulangan Kekerasan Pada Anak.!

Edisi : 187

Halaman 1

       Foto: uplash, ilustrasi kekerasan pada anak

KUPANG TIMES - Saat ini, banyak anak Indonesia berada dalam bayang-bayang kerentanan Kekerasan, Eksploitasi dan perlakuan salah, oleh mereka yang memiliki relasi, kuasa secara struktural, seperti; oknum guru, kepala sekolah, tokoh agama, ketua yayasan, lembaga anak dan fasilitator anak.

Terjadinya Kasus eksploitasi seksual pada anak, oleh mereka yang memiliki hubungan Struktural, di sebabkan oleh kekosongan aturan yang mengatur tentang child safeguarding. 

Secara normatif, tidak ada satu-pun aturan yang mengatur secara spesifik tentang kewajiban organisasi dan institusi yang bekerja untuk anak, dan memberikan child safeguarding pada anak. 

Tingginya tindakan kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah pada anak-anak, yang terjadi di Indonesia, menunjukkan bahwa; masalah ini belum bisa di tangani secara baik dan benar, serta secara sungguh-sungguh oleh mereka yang di berikan Kepercayaan untuk menangani dan mengakhiri masalah di atas.

Dan ternyata, kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah pada anak, terjadi di lembaga-lembaga, atau organisasi-organisasi atau institusi-institusi yang selama ini bekerja untuk memenuhi dan melindungi hak-hak anak. 

Selain itu, organisasi /insitusi tersebut, tidak memiliki strategi yang tepat, dalam membangun lingkungan dan budaya untuk melindungi anak-anaknya dari praktik tersebut.

Organisasi /insitutusi ini juga, tidak memiliki panduan yang jelas untuk mencegah terjadinya kekerasan, serta tidak memiliki sistem yang jelas, bagaimana merekrut orang-orang yang bekerja di organisasi /institusi, atau bahkan tidak memiliki prosedur atau mekanisme yang lengkap, ketika terjadi kekerasan, eksploitasi atau perlakuan salah pada anak yang dilakukan oleh pekerja, karyawan, atau anak yang lebih senior, di dalam organisasi /institusi tersebut di atas.

Tidak memiliki standard pelaporan yang memungkinkan untuk menindak dan memberikan teguran, atau bentuk-bentuk hukuman lainnya. 

Bahkan tidak memiliki program yang jelas, untuk membangun budaya atau atmosfir yang memberikan rasa aman pada anak-anak, ketika anak itu berada di lingkungan organisasi /institusi tersebut.

Oleh karena itu, ketiadaan hal-hal yang di sebutkan di atas pada organisasi atau institusi, sehingga menyebabkan sering terjadi kasus-kasus kekerasan di sekolah, di organisasi /insitusi yang meng-claim dirinya melindungi anak, di panti-panti atau yayasan sosial perlindungan anak, bahkan di pesantren sekalipun. 

Contoh kasus yang terjadi karena ketiadaan aturan ini, seperti; di suatu daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur, terjadi tindakan eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual pada anak, dan pelakunya adalah seorang tokoh agama, yang menjadi perhatian masyarakat Prov. NTT, yang mana seorang tokoh agama melakukan eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual pada anak, di kediamannya. 

Tingginya aktivitas sosial media, yang menampilkan tindakan eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual pada anak. 

Mudahnya melakukan aksesibilitas konten yang tidak senonoh di dalam dan di luar jaringan internet dan masih banyak lagi kasus, yang mencengangkan kita semua yang terjadi bahkan di lingkungan yang harusnya melindungi anak.

Kebijakan yang Aplikatif

Child safeguarding policy atau “kebijakan perlindungan dan keselamatan anak” adalah sebuah kebijakan organisasi untuk memastikan bahwa staff, dan seluruh sistem operasional organisasi  termasuk program organisasi melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi. 

Child safeguarding, di dasarkan pada resiko yang akan di hadapi oleh anak yang berada dalam sebuah organisasi atau institusi (resiko itu bisa berasal dari staff, program atau operasional organisasi) termasuk juga resiko dari orang-orang yang seharusnya bertindak melindungi dan menjaga anak tersebut.  

Child safeguarding ini meliputi kebijakan prosedur, petunjuk dan perilaku, proses screening selama proses rekrutment staf, training dan komunikasi pada anak-anak, melakukan monitoring dan evaluasi  untuk melindungi dan merespon kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi.

Child safeguarding policy merupakan satu kebijakan yang menggambarkan aksi dan proses untuk melindungi anak dari berbagai praktek yang melanggar hak anak, mencegah terjadinya gangguan untuk tumbuh kembang anak, memastikan anak-anak tumbuh dan berkembang secara aman, memberikan arah kepada semua staf, volunteer, tamu atau siapa saja yang ada di lingkungan tersebut untuk bersikap dan bertindak dan berperilaku pada anak, serta menyediakan prosedur/sistem mencegah dan menindak perilaku yang membahayakan hak-hak anak.

Secara teoritis dan praktis kebijakan child safeguarding ini menjadi sangat penting dan strategis untuk di terapkan, bahkan seharusnya kebijakan child safeguarding ini wajib di miliki dan di terapkan, karena menjadi ukuran integritas sebuah organisasi atau institusi yang bisa memberi rasa aman bagi anak-anak. 

Ada banyak ukuran yang bisa di gunakan, dalam rangka menerapkan child safeguarding ini, dan salah satunya adalah apa yang di kembangkan oleh child wise Australia.

child wise Australia mengatakan, bahwa; ada 12 langkah yang harus di miliki setiap organisasi /institusi yang ingin melindungi dan memberikan rasa aman bagi anak-anak, yaitu;

1. Memahami child abuse, 

2. Membangun dan memelihara lingkungan dan budaya yang aman bagi anak, 

3. Mengenali, mengidentifikasi dan mengatur resiko yang membahayakan bagi anak, temasuk di dalamnya program dan aktivitas yang dimiliki organisasi tersebut, 

4. Mengembangkan kebijakan perlindungan anak, 

5. Create clear boundaries, 

6. Mengadopsi sebuah sistem rekrutmen

7. Melakukan screening kepada volunteer dan karyawan, 

8. Melakukan dukungan dan pengawasan kepada seluruh staff dan relawan, 

9. Memastikan adanya prosedur dan mekanisme yang clear untuk pelaporan, 

10. Memahami pertanggungjawaban hukum oleh semua actor, 

11. Memperkuat keterlibatan dan partisipasi anak dalam setiap program, 

12. Menyediakan training dan pendidikan.

Langkah-langkah di atas pun masih perlu di adaptasi, sesuai dengan karakter dan budaya organisasi /institusi.

Dengan memiliki tingkat konsentrasi yang cukup tinggi dalam menerapkan child safeguarding, maka akan menjadi ukuran untuk memastikan bahwa; sebuah organisasi atau institusi tersebut bisa memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman yang maksimal pada anak-anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun kedua Undang-Undang tersebut, tidak mewajibkan organisasi /institusi yang bekerja untuk perlindungan anak, dan mengembangkan aturan tentang perlindungan anak itu sendiri, yang sebenarnya dapat di gunakan sebagai pedoman untuk kerja dan sissistem untuk melindungi anak-anak di dalam organisasi /institusi.

Dalam melaksanakan  child safeguarding, di perlukan sebuah mekanisme untuk menjalankannya, sehingga memudahkan lembaga-lembaga yang bekerja untuk anak bisa melaksanakan tugasnya. 

Secara lebih ringkas, sistem untuk melaksanakan child safeguarding dapat digambarkan sebagai berikut :

Penutup

Dengan situasi yang telah di gambarkan di atas, ini saatnya untuk mengembangkan satu strategi Nasional, untuk segera mengakhiri masalah ini secara berkelanjutan, dan salah satu strategi tersebut, adalah; menyusun, mengembangkan dan memberlakukukan child safeguarding di setiap organisasi, insitusi, yang bekerja untuk anak-anak baik itu sekolah, yayasan-yayasan, insitusi yang di bentuk oleh komunitas, forum-forum anak, gereja, pesantren, sektor-sektor bisnis yang bersentuhan atau berhubungan dengan anak baik langsung maupun tidak langsung. 

Pemerintah juga perlu membuat peraturan, yang mewajibkan setiap organisasi /institusi, memiliki child safeguarding policy.

Dengan adanya child safeguarding di berbagai organisasi /institusi perlindungan anak, maka kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi pada anak dapat di cegah, di tangani, di tanggulangi dan di pulihkan serta di penuhi hak-haknya.

Organisasi perlindungan anak, pasti mampu mendeteksi secara dini perilaku-perilaku organisasi /institusi yang berpotensi melakukan kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi pada anak. 

Selain itu, organisasi /institusi juga akan mampu memciptakan sistem pelaporan, dan penindakan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan yang melanggar hak anak tersebut.

(W.J.B) 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2022 The Kupang Times Newsroom.com ™ Design By The Kupang Times Newsroom.com ®